Larangan dan Pantangan untuk Para Calon Pengantin
10 Larangan & Pantangan Sebelum Menikah
Read More7 Tahapan Proses Taaruf, Perkenalan Menuju Jenjang Pernikahan
Taaruf
adalah proses perkenalan pria dan wanita untuk menuju jenjang pernikahan sesuai
ketentuan yang ditetapkan dalam agama Islam. Namun, bukan hanya sekadar proses
menyatunya dua sejoli tanpa pacaran, taaruf memiliki makna tersendiri dan
proses atau tahapannya pun tidak boleh sembarangan. Dalam Agama Islam telah
mengatur hal ini secara jelas.
Arti
Taaruf dalam Agama Islam
Istilah
taaruf ditemukan dalam Alquran surat Al-Hujurat ayat 13 dari kata
"Arafa" yang berarti mengenal.
Allah
SWT berfirman yang artinya:
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat ayat 13).
Maksud
dari saling mengenal tersebut berarti mengenal kepribadian, latar belakang
sosial, budaya, pendidikan, keluarga, maupun agama.
Rasulullah
SAW juga mengatakan:
“Perempuan
yang terbaik adalah bila engkau melihatnya menyenangkanmu, bila engkau perintah
mematuhimu, bila engkau beri janji mengiyakanmu, bila engkau pergi ia menjaga
dirinya dan hartamu dengan baik.” (H.R an-Nasa’i).
Setelah
ada kecocokan maka dilanjutkan dengan khitbah (peminangan). Peminangan
merupakan pendahuluan perkawinan.
Proses
ini disyariatkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu
memasuki perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta
kesadaran masing-masing pihak. Setelah dilakukan khitbah atau peminangan. Maka
syariat tetap tidak membolehkan menyendiri (berkhalwat) dengan perempuan yang
dipinang. Hal ini karena menyendiri dengan pinangan akan menimbulkan perbuatan
yang dilarang agama dan bernilai maksiat. Allah SWT telah melarang umat-Nya
dari segala hal yang berkaitan dengan zina, meski sekadar mendekatinya dan
tidak melakukan hal yang diharamkan tersebut.
Dalam
Alquran surat Al Isra ayat 32, Allah berfirman:
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Akan
tetapi, bila ditemani oleh salah seorang mahramnya untuk mencegah terjadinya
perbuatan-perbuatan maksiat, maka dibolehkan.
Cara
dan Proses Taaruf Menurut Syariat
1.
Berniat Untuk Menikah
Sudah
seharusnya punya niat berikhtiar menikah dengan jalan yang diberkahi Allah.
Bukan berniat bermain-main, dan bukan berniat pamer sudah melakukan taaruf.
Tetapi di niatkan untuk beribadah kepada Allah.
2.
Membuat Proposal Pernikahan (CV Taaruf)
Dalam
membuat proposal ini hampir sama dengan membuat proposal (CV) pada umumnya yang
dimana di dalamnya terdapat, biodata diri, latar belakang pendidikan, dan lain
sebagainya. Tetapi yang membedakannya yaitu adnaya latar belakang keluarga,
kegiatan sehari-hari, visi dan misi dalam pernikahan, bekal pernikahan,
kriteria pasangan secara fisik dan non fisik, dan lain sebgaianya.
3.
Penukaran Proposal Menikah oleh Perantara
Proses
taaruf yang berikutnya adalah bertukar biodata atau CV (Curriculum Vitae) untuk
mengetahui latar belakang masing-masing calon pasangan. Dalam hal ini,
pertukaran CV taaruf dilakukan dengan perantara pihak ketiga.
Nantinya,
pihak pria dan wanita akan mengetahui gambaran mengenai calon pasangannya
melalui biodata atau CV-nya. Bisa juga diketahui melalui penjelasan orang
terdekat atau pihak ketiga tersebut.
4.
Pertemuaan Fisik didampingi Perantara
Dalam
proses perkenalan ini, calon pasangan tidak dianjurkan untuk bertukar pesan
terlalu sering. Cukup mengenal melalui biodata atau CV saja. Jika permohonan
taaruf telah diterima dengan baik, maka diperbolehkan untuk bertemu. Dari
al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu'anhu menceritakan:
“Suatu
ketika aku berada di sisi Nabi shallallahu'alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah
seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar. Lantas Rasulullah
shallallahu'alaihi wasallam bertanya kepadanya, "Apakah engkau sudah
melihatnya?" Jawabnya, "Belum." Lalu Beliau memerintahkan,
"Lihatlah wanita itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Tarmidzi
1087, Ibnu Majah 1865 dan dihasankan al-Albani)
Namun,
pertemuan ini tidak boleh dilakukan berdua saja. Jadi, calon pasangan wajib
didampingi oleh mahramnya sehingga tidak timbul maksiat. Terkait hal ini,
Rasulullah SAW bersabda: “Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri
dengan perempuan yang tidak halal baginya, karena ketiganya adalah setan.”
5.
Pertemuan Keluarga Besar
Jika
kedua belah pihak sama-sama merasa cocok setelah melewati tahap bertukar
informasi, selanjutnya direncanakan pertemuan langsung. Tentunya didampingi
keluarga atau kerabat, sebaiknya gak dilakukan berdua saja. Selama proses pertemuan, kedua pihak bisa
bertukar informasi lebih banyak. Dianjurkan untuk tetap menjaga pandangan dan
batasan lain agar terhindar dari hal-hal buruk. Setelah proses pertemuan langsung, kedua belah
pihak harus memberikan kesimpulan di akhir. Apakah keduanya sepakat untuk
lanjut ke tahap berikutnya atau gak. Keputusan harus dibuat secara sadar tanpa
paksaan.
6. Proses Khitbah
Tahapan selanjutnya adalah lamaran atau khitbah. Tahap ini bisa terlaksana jika kedua belah pihak sama-sama bersedia melanjutkan taaruf saat proses pertemuan langsung. Prosesi lamaran biasanya dihadiri oleh keluarga besar, mengingat kedua pihak sudah mantap melanjutkan ke jenjang pernikahan. Di tahapan ini juga ditentukan kapan tanggal pernikahan akan dilangsungkan. Setelah melalui prosesi lamaran, kedua calon pengantin dianjurkan untuk memperdalam ilmu agama dan pengetahuan tentang pernikahan serta keluarga sesuai syariat Islam.
7. Proses Pernikahan
Proses taaruf yang berjalan lancar akan berlabuh di depan penghulu dengan berlangsungnya akad nikah. Tahapannya memang terbilang singkat dan di setiap prosesnya mengandung tujuan yang jelas. Pendekatan pada pasangan melalui proses taaruf, memang sangat dianjurkan dalam syariat Islam. Metode ini dianggap bisa menjaga kedua belah pihak dari hal-hal kurang baik sebelum melangsungkan pernikahan.